Kamis, 28 Maret 2013

Janji bukan hanya sekedar kata

q teringat dengan ceritanya bebrapa hari yang lalu....tak seberapa detail q ingat, dia membacanya dari mading di kampusnya yang bertuliskan kisah nyata .................

sepasang suami istri yang sudah menjalin rumah tangga sekitar 2 tahun lalu kini terdapat kegelisahan, sang istri menanyakan kepada sang suami mengapa ia selalu sibuk untuk mencari uang dan jarang sekali berada di rumah....
sampai akhirnya sang istri merasa kesal dengan perilaku suaminya
sang istripun membuat satu permintaan kepada sang suami " jika engkau tidak pulang dalam ulangtahun perkawinan kita yang ke 4 dengan membawa berlian yang qu inginkan, akan q buat surat pengaduan cerai detik itu juga"
sang suami berkata " tolong jangan ceraikan aku, aku sangat mencintaimu,aku tidak mau bercerai sampai aku mati, aku bekerja siang malam untukmu sayang, hanya untukmu, aku berJANJI, aku pasti datang di detik itu juga untuk memberimu hadiah yang kau mau istriku, tunggu aku sayang"...

tibalah saat di mana hari ulangtahun pesta perkawinan mereka. hari itu sangat tidak bersahabat, angin badai yang bertiup kencang, hujan dan petir saling beradu,,,......sampai tiba di malam hari.... rasa kesal menyelimuti dada sang istri yang telah mempersiapkan dokumen-dokumen perceraian.... sampai detik terakhir.... ternyata .. sang suami datang membuka pintu, meletakkan berlian yang dimaksud sang istri di atas meja......dan pergi begitu saja,.....

dokumenpun telah siap untuk di ajukan.. keesokan harinya...... polisi berdatangan ke rumah sang istri, istrinya yang merasa tidak ada masalah atau apapun itu sangat terkejut, ternyata sang polisi memberi kabar bahwasanya suaminya meninggal dunia diwaktu hujan lebat semalam sore karena jatuh di sungai daerah kerja suaminya.


SubahanAllah....    yang datang pada malam hari hanyalah roh suaminya.. begitu kuat janji itu dipeganga, begitu sayang sampai mati takkan bercerai.....

dia bangkit untuk menepati janjinya

terimakasih sayangku, cerita ini sangat bagus sekali

Rabu, 20 Maret 2013

Siapa Diri Kita



Suatu hari seorang petani menemukan telur burung elang setelah di bawa pulang, sang petani meletakkan telur burung elang itu di kandang ayam bersama telur ayam yang lainnya. Beberapa hari kemudian telur elang itu menetas, si elang kecil tumbuh dan menikmati dunia sekitarnya, dia berjalan seperti induknya, si ayam, mematuk-matuk makanan seperti saudaranya dan bermain dengan ayam-ayam yang lainnya.


Sewaktu “ayam” itu sudah menjadi tua, dia melongok ke atas langit dan melihat ada sebuah makhluk terbang membelah langit dengan gagahnya, elang tua itu bertanya kepada temannya,”makhluk apa itu?”


Temannya menjawab, “ oh itu raja dari segala burung, namanya burung elang, kita hanyalah seekor ayam, tidak mungkin dapat terbang seperti itu.”


Dan hingga ajalnya, elang itu mati sebagai ayam.




Potensi yang ada dalam diri kita hanya akan mulai terkuak di detik saat kita mau menyadari siapa diri kita.

Vashdev, Gobin, Happiness Inside, Noura Books, Jakarta Selatan:2012

MAWARIS



BAB 1
PENDAHULUAN

1. 1  Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar terjadinya perpecahan, bahkan pertumpahan darah antara sesama saudara atau kerabat dalam masalah memperebutkan harta warisan. Islam sebagai ajaran yang universal mengajarkan tentang segala aspek kehidupan manusia, termasuk dalam hal pembagian harta warisan. Islam mengajarkan tentang pembagian harta warisan dengan seadil - adilnya agar harta menjadi halal dan bermanfaat serta tidak menjadi malapetaka bagi keluarga yang ditinggalkannya.
Pembagian harta warisan di dalam islam di berikan secara detail, rinci, dan seadil-adilnya agar manusia yang terlibat di dalamnya tidak saling bertikai dan bermusuhan. Dengan adanya sistem pembagian harta warisan tersebut menunjukan bahwa islam adalah agama yang tertertib, teratur dan damai.

1. 2  Rumusan Masalah
1.  Apa sebanarnya pengertian mawaris itu?
2. Bagaimanakah sistem kewarisan dalam islam ?
3. Apakah hikmah mawaris dalam islam ?

1. 3  Tujuan
        Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.     Memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam.
2.     Mengetahui siapa yang mendapaatkan warisan, siapa yang tidak mendapatkan, kadar yang diterima oleh tiap-tiap ahli waris, dan bagaimana cara pembagiannya.
3.     Menambah pemahaman tentang harta warisan (mawaris) yang nantinya akan sangat berguna bagi si pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mawaris

Secara etimologis Mawaris adalah bentuk jamak dari kata miras (موارث), yang merupakan bentuk dari kata : warasa – yarisu – irsan – mirasan. Maknanya menurut bahasa adalah; berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain. Sedangkan menurut istilah adalah perpindahan berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan orang yang meninggal dunia kepada orang lain yang masih hidup. Jadi yang dimaksud dengan mawaris dalam hukum Islam adalah pemindahan hak milik dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli waris yang masih hidup sesuai dengan ketentuan dalam al-Quran dan al-Hadis.
Mawaris ialah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari cara-cara pembagian harta waris. Ilmu yang mempelajari hal waris lebih populer disebut Faraid, yaitu ilmu yang mempelajari tentang siapa yang mendapaatkan warisan, siapa yang tidak mendapatkan, kadar yang diterima oleh tiap-tiap ahli waris, dan bagaimana cara pembagiannya. Adapun hukum mempelajarinya ialah fardhu kifayah.
2.2 Sumber hukum Kewarisan
Hukum kewarisan bersumber pada al-Quran dan al-Hadis yang menjelaskan ketentuan hukum kewarisan.
2.2.1 Al-Quran
a. Surat an-Nisa’ ayat 7 :
Bagi laki-laki ada bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit maupun banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.
b. Surat an-Nisa’ ayat 11 dan 12 :
Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut diatas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana.  
b. Surat al-Ahzab ayat 6 :
Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang muhajirin kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama), adalah yang demikian itu telah tertulis dalam kitab (Allah).
Ayat-ayat lain yang berhubungan dengan kewarisan adalah al-Baqarah 180, An-nisa’ 8,9,176 dan al-Anfal 75.

2.2.2 Al-Hadis
a. Riwayat Bukhari dan Muslim.
Nabi SAW. bersabda;  Berikanlah bagian-bagian tertentu kepada orang-orang yang berhak, sesudah itu sisanya untuk orang laki-laki yang lebih utama (dekat kekerabatannya). (H.R. Bukhari dan Muslim).
b. Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
Orang muslim tidak berhak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak berhak mewarisi orang muslim. (H.R. Bukhari dan Muslim).
c. Riwayat Bukhari dan Muslim dari Sa’ad ibn Abi Waqqas tentang batas maksimal pelaksanaan wasiat.
Rasulullah SAW. datang menjengukku pada tahun haji wada’ diwaktu aku menderita sakit keras. Lalu aku bertanya kepada beliau,” wahai Rasulullah, aku sedang menderita sakit keras, bagaimana pendapatmu, aku ini orang berada sementara tidak ada yang akan mewarisi hartaku selain seorang anak perempuan, apakah aku sedekah (wasiat) kan dua peretiga hartaku? “Jangan” jawab Rasul. Aku bertanya “setengah”? “jangan” jawab Rasul. Aku bertanya “sepertiga”? Rasul menjawab “sepertiga” sepertiga adalah banyak atau besar, sungguh kamu jika meninggalkan ahli warismu dalam keadaan yang cukup adalah lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang meminta-minta kepada orang. (H.R. Bukhari dan Muslim).
2.3  Sistem Kewarisan dalam Islam
2.3.1 Ketentuan Mawaris
a. Sebab-sebab seseorang menerima harta warisan
ü Adanya pertalian darah dengan yang meninggal (mayat) baik pertalian ke bawah ataupun ke atas.
ü Hubungan pernikahan, yaitu suami atau istri.
ü Adanya pertalian agama. Contoh jika seorang hidup sebatang kara, lalu meninggal maka harta waris masuk baitul mal.
ü Karena memerdekakan budak.
b. Sebab-sebab seseorang tidak mendapat harta waris
ü Hamba(budak) ia tidak cakap ” Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang Kami beri rezki yang baik dari Kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, adakah mereka itu sama? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui” ( Q.S. An-Nahl:75).
ü Pembunuh, orang yang membunuh tidak dapat mewarisi harta dari yang dibunuh. Sabda Rasulullah SAW. ”Yang membunuh tidak dapat mewarisi sesuatu dari yang dibunuhnya”. (H.R. Nasai)
ü Murtad dan kafir, orang yang keluar dari Islam, yaitu antara pewaris atau yang mati, murtad salah satunya.
c. Syarat berlakunya pewarisan
ü Adanya yang meninggal dunia.
ü Adanya harta warisan.
ü Tidak penghalang untuk menerima harta warisan.
2.3.2 Ahli Waris
Secara keseluruhan ahli waris yang mendapatkan harta pusaka ada 25 orang, yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.
a. Pihak laki-laki :
1). Anak laki- laki
2). Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3). Ayah
4). Kakek dari pihak ayah
5). Saudara laki-laki sekandung
6). Saudara laki-laki seayah
7). Saudara laki-laki seibu
8).Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung ( keponakan)
9). Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
10). Saudara laki-laki ayah yang sekandung ( paman )
11). Saudara laki-laki ayah se ayah
12). Anak laki-laki saudara ayah yang laki-laki sekandung
13). Anak laki-laki saudara ayah yang laki-laki seayah
14). Suami
15). Laki-laki yang memerdekakan budak.
Jika lima belas orang tersebut di atas masih ada semuanya, yang diprioritaskan ada tiga , yaitu ;
1). Ayah,
2) Anak laki-laki
3) Suami.
b. Pihak Perempuan :
1) Anak perempuan
2) Cucu perempuan dari anak laki-laki
3) Ibu
4) Nenek dari pihak ayah
5) Nenek diri pihak ibu
6) Saudara perempuan sekandung
7) Saudara perempuan seayah
8) Saudara perempuan seibu
9) Istri
10) Perempuan yang memerdekakan budak

Jika Sepuluh orang masih ada semua, maka yang diprioritaskan :
1). Istri
2). Anak perempuan
3). Cucu perempuan dari anak laki-laki
4). Saudara perempuan sekandung

Jika dua 25 orang masih ada semua, maka yang diprioritaskan :
1). Ibu
2). Ayah
3). Anak laki-laki
4). Anak perempuan
5). Suami atau istri

2.3.3 Ketentuan Hukum Islam Tentang Mawaris
Berdasarkan ketentuan perolehan atau bagian dari harta warisan, ahli waris dapat dikatagorikan menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :
A. Zawil Furud
Zawil Furud adalah ahli waris yang perolehan harta warisannya sudah ditentukan oleh dalil Al Quran dan Hadits (lihat QS.An Nissa:11, 12, dan 176).
          a. Ahli waris yang mendapat ½, yaitu sebagai berikut:
·        Anak pempuan tunggal.
·        Cucu perempuan tunggal dari anak laki-laki.
·        Saudara perempuan tunggal yang sekandung.
·        Saudara perempuan tunggal yang sebapak apabila saudara perempuan yang sekandung tidak ada.
·        Suami apabila istrinya tidak mempunyai anak, atau cucu (laki-laki ataupun perempuan) dari anak laki-laki.
b. Ahli waris yang mendapat 1/4, yaitu sebagai berikut:
·        Suami apabila istrinya mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki.
·         Istri ( seorang atau lebih ) apabila suaminya tidak mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki.
c. Ahli waris yang mendapat 1/8, yaitu istri ( seorang atau lebih ) apabila suami mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki
d. Ahli waris yang mendapat 2/3, yaitu sebagai berikut:
·        Dua orang anak perempuan atau lebih apabila tidak ada anak laki-laki ( menurut sebagian besar ulama ).
·        Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki apabila anak perempuan tidak ada.
·        Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sekandung ( seibu sebapak )
·        Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sebapak
e. Ahli waris yang mendapat 1/3, yaitu sebagai berikut:
·        Ibu, apabila anaknya yang meninggal tidak mempunyai anak atau cucu, atau dia tidak saudara - saudara ( laki-laki atau perempuan ) yang sekandung, yang sebapak atau yang seibu.
·         Dua orang atau lebih ( laki-laki atau perempuan ) yang seibu apabila tidak ada anak atau cucu.
f. Ahli waris yang mendapat 1/6, yaitu sebagai berikut:
·        Ibu, apabila anaknya yang meninggal itu mempunyai cucu ( dari anak laki-laki ) atau mempunyai saudara-saudara ( laki-laki atau perempuan ) yang sekandung, yang sebapak atau seibu.
·         Bapak, apabila anaknya yang meninggal mempunyai anak atau cucu ( laki-laki atau perempu an ) dari anak laki-laki.
·        Nenek ( ibu dari ibu atau ibu dari bapak ). Nenek mendapat 1/6 apabila ibu tidak ada. Jika nenek dari bapak atau ibu masih ada, maka keduanya mendapat bagian yang sama dari bagian yang 1/6 itu.
·        Cucu perempuan ( seorang atau lebih ) dari laki-laki apabila orang yang meninggal mempunyai anak tunggal. Akan tetapi, apabila anak perempuan lebih dari seorang, maka cucu perempuan tidak mendapat apa-apa.
·        Kakek apabila orang yang meninggal mempunyai anak atau cucu ( dari anak laki-laki ), sedangkan bapaknya tidak ada.
·        Seorang saudara ( laki-laki atau perempuan ) yang seibu.
·        Saudara perempuan yang sebapak ( seorang atau lebih ) apabila saudaranya yang meninggal itu mempunyai seorang saudara perempuan kandung.
B. Asabah
Asabah adalah ahli waris yang bagian penerimanya tidak ditentukan, tetapi menerima dan menghabiskan sisanya. Apabila yang meninggal itu tidak mempunyai ahli waris yang mendapat bagian tertentu ( zawil furud ), maka harta peninggalan itu semuanya diserahkan kepada asabah. Akan tetapi apabila ada diantara ahli waris yang mendapat bagian tertentu, maka sisanya menjadi bagian asabah yang dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut:
a. Asabah binafsih
Asabah binafsih yaitu asabah yang berhak mendapat semua harta atau semua sisa, diatur menurut susunan sebagai berikut:
·        Anak laki-laki
·        Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus kebawah asal saja pertaliannya masih terus laki – laki
·        Bapak
·        Kakek ( datuk ) dari pihak bapak dan terus keatas, asal saja pertaliannya belum putus dari pihak bapak
·        Saudara laki - laki sekandung
·        Saudara laki - laki sebapak
·        Anak saudara laki - laki kandung
·        Anak laki - laki kandung
·        Paman yang sekandung dengan bapak
·        Paman yang sebapak dengan bapak
·        Anak laki - laki paman yang sekandung dengan bapak
·        Anak laki - laki paman yang sebapak dengan bapak
Asabah - asabah tersebut dinamakan asabah binafsih, karena mereka langsung menjadi asabah tanpa disebabkan oleh orang lain. Apabila asabah tersebut diatas semuanya ada, maka tidak semua dari mereka mendapat bagian, akan tetapi harus didahulukan orang-orang ( asabah ) yang lebih dekat dengan pertaliannya, dengan orang yang meninggal itu. Jadi, penentuannya diatur menurut nomor urut yang tersebut diatas.
Jika ahli waris yang ditinggalkan itu anak laki-laki dan anak perempuan, maka mereka mengambil semua harta atau semua sisa. Cara pembagiannya ialah untuk anak laki-laki mendapat dua kali lipat bagian anak perempuan. ”Allah telah menetapkan tentang pembagian harta warisan terhadap anak-anak. Untuk seorang laki-laki sebanyak bagian dua orang perempuan.” ( QS. An Nisa:11 )
b. Asabah Bilgair
Asabah Bilgair adalah asabah dengan sebab orang lain. Jika ahli waris yang ditinggalkan dua orang saudara atau lebih, maka cara pembagiannya adalah untuk saudara laki - laki dua kali lipat perempuan ( QS.An Nisa:176 ). Perempuan juga ada yang menjadi asabah dengan ketentuan sebagai berikut:
·        Anak laki-laki dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi asabah dengan ketentuan bahwa untuk laki-laki mendapat dua kali lipat perempuan.
·        Cucu laki-laki dari anak laki-laki yang dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi asabah.
·        Saudara laki-laki sekandung juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi asabah.
·         Saudara laki-laki sebapak juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi asabah
c. Asabah Ma’algair
Asabah Ma’algair adalah asabah bersama orang lain. Asabah ini hanya dua macam, yaitu sebagai berikut:
·        Saudara perempuan sekandung apabila ahli warisnya saudara perempuan sekandung ( seorang atau lebih ) dan anak perempuan ( seorang atau lebih ) atau saudara perempuan sekandung dan cucu perempuan ( seorang atau lebih ), maka saudara perempuan menjadi asabah ma’algair. Sesudah ahli waris yang lain mengambil bagian masing-masing, sisanya menjadi bagian saudara perempuan tersebut.
·        Saudara perempuan sebapak apabila ahli saudara perempuan sebapak ( seorang atau lebih ) dan anak perempuan ( seorang atau lebih ), atau saudara perempuan sebapak dan cucu perempuan ( seorang atau lebih ), maka saudara perempuan menjadi asabah ma’algair. Jadi, saudara perempuan sekandung atau sebapak dapat menjadi asabah ma’algair apabila mereka tidak mempunyai saudara laki-laki. Akan tetapi, apabila mereka mempunyai saudara laki - laki maka kedudukannya berubah menjadi asabah bilgair ( saudara perempuan menjadi asabah karena ada saudara laki - laki ).
2.3.4 Batalnya Hak Menerima Waris   
Sekalipun berhak menerima waris yang seseorang meninggal dunia, tetapi hak itu dapat batal karena :
1. Tidak beragama islam. Hukum islam hanya untuk umat islam, maka seorang bapak yang tidak beragama islam tidak mewarisi harta anaknya yang beragama islam, demikian juga sebaliknya.
2. Murtad dari agama islam. Sekalipun mulanya beragama islam, tetapi kemudian pindah agama lain, maka ia tidak berhak lagi mempusakai harta keluarganya yang beragama islam.
3. Membunuh. Orang yang membunuh tidak berhak mendapat harta waris dari orang yang dibunuhnya sebagaimana sabda Rasulullah.,”Tidaklah si pembunuh mewarisi harta orang yang dibunuhnya, sedikitpun. “( HR.Ahli Hadits )
4. Menjadi hamba. Seseorang yang menjadi hamba orang lain tidak berhak menerima harta waris dari keluarganya karena harta-harta tersebut akan jatuh pula ke tangan orang yang menjadi majikannya ( lihat QS.An Nahl:75 )

2.3.5  Ketentuan Tentang Harta Sebelum Pembagian Warisan
Pada saat jenazah telah dimakamkan, sebelum dilaksanakan pembagian warisan, pihak keluarga atau ahli waris terlebih dulu harus menyelesaikan beberapa hal yang ada sangkut pautnya dengan harta peninggalan, yaitu sebagai berikut:
1. Zakat, apabila telah sampai saatnya untuk mengeluarkan zakat harta, maka harta peninggalan dikeluarkan untuk zakat mal terlebih dahulu.
2. Hutang, apabila si jenazah meninggalkan hutang, maka hutang itu harus dibayar lebih dulu.
3. Biaya perawatan, yaitu pembelanjaan yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan dan pengurusan jenazah seperti membeli kain kafan dan biaya penguburan hingga si jenazah selesai dimakamkan.
4. Membayar wasiat, apabila sebelum meninggal ia berwasiat, maka harus dibayarkan lebih dulu, asalkan tidak melebihi ⅓ harta peninggalan.
5. Memenuhi nazar jenazah ketika masih hidup dan belum sempat dilaksanakan. Misalnya, nazar untuk mewakafkan sebidang tanahnya, dan nazar untuk ibadah haji.
Apabila semua hak yang tersebut di atas telah di selesaikan semuanya, maka harta warisan yang masih ada dapat dibagi - bagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya.
2.3.6 Hikmah mawaris
Beberapa hikmah yang dapat diambil dari pengaturan waris menurut islam antara lain sebagai berikut:
1.      Mawaris memperkuat keyakinan bahwa Allah benar-benar Maha Adil, karena adilnnya Allah tidak hanya terdapat pada ciptaan-Nya, tetapi juga pada hukum-hukum yang telah diterapkan-Nya, seperti hukum waris Islam.
Prinsip-prinsip keadilan mawaris tersebut antara lain :
a.     Semua ahli waris yang mempunyai hubungan darah secara langsung dengan pewaris (Ibu, Ayah, Anak laki-laki, Anak perempuan) tentu akan mendapat bagian harta warisan mereka tidak dapat terhalang oleh ahli waris lain.
b.     Suami mendapat bagian harta peninggalan istrinya dan istri mendapat bagian dari harta peninggalan suaminya, walaupun antara suami dengan istri tidak ada hubungan darah, tetapi dalam kehidupan sehari-hari hubungan mereka sangat dekat dan jasanya pun antara satu terhadap lainnya tidak sedikit.
c.      Anak laki-laki mendapat harta warisan dua kali lipat dari anak perempuan. Hal ini sesuai dengan prinsip keadilan bahwa kewajiban dan tanggung jawab anak laki-laki lebih besar daripada anak perempuan.
2.     Hukum waris Islam memberi petunjuk kepada setiap muslim, keluarga muslim, dan masyarakat Islam, agar selalu giat melakukan usaha-usaha dakwah dan pendidikan Islam, sehingga tidak ada seorang Islam pun yang murtad.
3.     Menghilangkan jurang pemisah antara kelompok kaya dan kelompok miskin serta dapat mendorong masyarakat untuk maju. Alasannya :
a.     Hasil peninggalan orang-orang kaya yang meninggal dunia tetapi tidak meninggalkan ahli waris, dimanfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.
b.     Muslimin yang dikaruniai Allah harta kekayaan yang melimpah, alangkah baiknya sebelum meninggal dunia berwasiat supaya 1/3 dari harta peninggalannya diserahkan kepada lembaga sosial atau lembaga pendidikan dan dakwah Islam untuk kepentingan umat.
4.      Mematuhi hukum waris Islam dengan dilandasi rasa ikhlas karena Allah dan untuk memperoleh ridha Nya, tentu akan dapat menghilangkan sifat-sifat tercela yang mungkin timbul kepada para ahli waris karena seorang muslim tersebut telah ikut memelihara dan melaksakan ketentuan-ketentuan dari Allah swt.
5.      Dengan adanya ketentuan waris itu disamping akan membawa keteraturan dan ketertiban dalam hal harta benda, juga untuk memelihara harta benda dari satu generasi ke generasi lain sehingga dapat mengalirkan harta peninggalan kepada yang lebih bermanfa’at agar lebih terjaminnya kesejahteraan keluarga secara merata.
6.     Menghindarkan perpecahan antar keluarga yang disebabkan oleh pembagian harta warisan yang tidak adil.
7.     Memperhatikan anak yatim karena dengan harta yang di tinggalkan oleh orang tuanya kehidupan anak - anak yang di tinggalkan itu akan lebih terjamin.


BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam pembahasan ini dapat diambil kesimpulan yaitu ;
1.     Mawaris dalam hukum Islam adalah pemindahan hak milik dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli waris yang masih hidup sesuai dengan ketentuan dalam al-Quran dan al-Hadis.
2.     Pembagian harta warisan di dalam islam diberikan secara detail, rinci, dan seadil-adilnya agar manusia yang terlibat di dalamnya tidak saling bertikai dan bermusuhan.
3.     Baik laki-laki maupun perempuan mendapat bagian warisan sebagai upaya mewujudkan pembagian kewarisan yang berkeadilan berimbang. Dalam artian masing-masing berhak menerima warisan sesuai dengan porposi beban dan tanggung jawabnya.

1.2 Saran
Setelah kita mengetahui berbagai macam hal mengenai mawaris ataupun harta pusaka maka sebagai seorang muslim, ilmu ini wajib diaktualisasikan ke kehidupan nyata sehingga masing-masing berhak menerima warisan sesuai dengan porposi beban dan tanggung jawabnya  dan dapat menjamin  kesejahteraan keluarga secara merata. Semoga dengan ini kita semua dapat meningkatkan kualitas ilmu kita secara maksimal sehingga kita menjadi hamba Allah yang bermanfaat dengan izin-Nya.