BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Dalam
kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar terjadinya perpecahan, bahkan
pertumpahan darah antara sesama saudara atau kerabat dalam masalah
memperebutkan harta warisan. Islam sebagai ajaran yang universal mengajarkan
tentang segala aspek kehidupan manusia, termasuk dalam hal pembagian harta
warisan. Islam mengajarkan tentang pembagian harta warisan dengan seadil -
adilnya agar harta menjadi halal dan bermanfaat serta tidak menjadi malapetaka
bagi keluarga yang ditinggalkannya.
Pembagian
harta warisan di dalam islam di berikan secara detail, rinci, dan
seadil-adilnya agar manusia yang terlibat di dalamnya tidak saling bertikai dan
bermusuhan. Dengan adanya sistem pembagian harta warisan tersebut menunjukan
bahwa islam adalah agama yang tertertib, teratur dan damai.
1. 2 Rumusan Masalah
1. Apa sebanarnya pengertian mawaris itu?
2. Bagaimanakah sistem kewarisan dalam islam ?
3. Apakah hikmah mawaris dalam islam ?
1. 3 Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam.
2. Mengetahui siapa yang mendapaatkan warisan, siapa yang tidak
mendapatkan, kadar yang diterima oleh tiap-tiap ahli waris, dan bagaimana cara
pembagiannya.
3. Menambah pemahaman tentang harta warisan (mawaris) yang
nantinya akan sangat berguna bagi si pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Mawaris
Secara etimologis Mawaris adalah bentuk jamak dari kata miras (موارث), yang merupakan bentuk dari kata :
warasa – yarisu – irsan – mirasan. Maknanya menurut bahasa adalah; berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada
orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain. Sedangkan menurut
istilah adalah perpindahan berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan orang
yang meninggal dunia kepada orang lain yang masih hidup. Jadi
yang dimaksud dengan mawaris dalam hukum Islam adalah pemindahan hak milik dari
seseorang yang telah meninggal kepada ahli waris yang masih hidup sesuai dengan
ketentuan dalam al-Quran dan al-Hadis.
Mawaris ialah cabang ilmu pengetahuan
yang mempelajari cara-cara pembagian harta waris. Ilmu yang mempelajari hal
waris lebih populer disebut Faraid, yaitu ilmu yang mempelajari tentang siapa
yang mendapaatkan warisan, siapa yang tidak mendapatkan, kadar yang diterima
oleh tiap-tiap ahli waris, dan bagaimana cara pembagiannya. Adapun hukum
mempelajarinya ialah fardhu kifayah.
2.2 Sumber hukum Kewarisan
Hukum kewarisan bersumber pada al-Quran dan al-Hadis yang menjelaskan
ketentuan hukum kewarisan.
2.2.1
Al-Quran
a. Surat an-Nisa’ ayat 7 :
Bagi laki-laki
ada bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada
hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit
maupun banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.
b. Surat an-Nisa’ ayat 11 dan 12 :
Allah
mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu :
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan, dan
jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia
memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak;
jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya
(saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut
diatas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar
hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa
diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah
ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana.
b. Surat
al-Ahzab ayat 6 :
Nabi itu
(hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari mereka sendiri dan
istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan
darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam kitab Allah daripada
orang-orang mukmin dan orang-orang muhajirin kecuali kalau kamu mau berbuat
baik kepada saudara-saudaramu (seagama), adalah yang demikian itu telah
tertulis dalam kitab (Allah).
Ayat-ayat lain
yang berhubungan dengan kewarisan adalah al-Baqarah 180, An-nisa’ 8,9,176 dan
al-Anfal 75.
2.2.2
Al-Hadis
a. Riwayat Bukhari dan Muslim.
Nabi SAW.
bersabda; Berikanlah bagian-bagian
tertentu kepada orang-orang yang berhak, sesudah itu sisanya untuk orang
laki-laki yang lebih utama (dekat kekerabatannya). (H.R. Bukhari dan Muslim).
b. Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
Orang muslim
tidak berhak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak berhak mewarisi orang
muslim. (H.R. Bukhari dan Muslim).
c. Riwayat Bukhari dan Muslim dari Sa’ad ibn Abi Waqqas tentang batas
maksimal pelaksanaan wasiat.
Rasulullah
SAW. datang menjengukku pada tahun haji wada’ diwaktu aku menderita sakit
keras. Lalu aku bertanya kepada beliau,” wahai Rasulullah, aku sedang menderita
sakit keras, bagaimana pendapatmu, aku ini orang berada sementara tidak ada
yang akan mewarisi hartaku selain seorang anak perempuan, apakah aku sedekah
(wasiat) kan dua peretiga hartaku? “Jangan” jawab Rasul. Aku bertanya
“setengah”? “jangan” jawab Rasul. Aku bertanya “sepertiga”? Rasul menjawab “sepertiga”
sepertiga adalah banyak atau besar, sungguh kamu jika meninggalkan ahli warismu
dalam keadaan yang cukup adalah lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam
keadaan miskin yang meminta-minta kepada orang. (H.R. Bukhari dan Muslim).
2.3
Sistem Kewarisan dalam Islam
2.3.1
Ketentuan Mawaris
a. Sebab-sebab seseorang menerima harta warisan
ü Adanya pertalian darah
dengan yang meninggal (mayat) baik pertalian ke bawah ataupun ke atas.
ü Hubungan pernikahan, yaitu
suami atau istri.
ü Adanya pertalian agama.
Contoh jika seorang hidup sebatang kara, lalu meninggal maka harta waris masuk
baitul mal.
ü Karena memerdekakan budak.
b. Sebab-sebab seseorang tidak mendapat harta waris
ü Hamba(budak) ia tidak cakap ” Allah
membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat
bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang Kami beri rezki yang baik dari
Kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezki itu secara sembunyi dan secara
terang-terangan, adakah mereka itu sama? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi
kebanyakan mereka tiada mengetahui” ( Q.S. An-Nahl:75).
ü Pembunuh, orang yang membunuh tidak
dapat mewarisi harta dari yang dibunuh. Sabda Rasulullah SAW. ”Yang membunuh
tidak dapat mewarisi sesuatu dari yang dibunuhnya”. (H.R. Nasai)
ü Murtad dan kafir, orang
yang keluar dari Islam, yaitu antara pewaris atau yang mati, murtad salah
satunya.
c. Syarat berlakunya
pewarisan
ü Adanya yang meninggal
dunia.
ü Adanya harta warisan.
ü Tidak penghalang untuk
menerima harta warisan.
2.3.2 Ahli Waris
Secara keseluruhan ahli waris yang mendapatkan harta pusaka
ada 25 orang, yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari
pihak perempuan.
a. Pihak laki-laki :
1). Anak laki- laki
2). Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3). Ayah
4). Kakek dari pihak ayah
5). Saudara laki-laki sekandung
6). Saudara laki-laki seayah
7). Saudara laki-laki seibu
8).Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung ( keponakan)
9). Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
10). Saudara laki-laki ayah yang sekandung ( paman )
11). Saudara laki-laki ayah se ayah
12). Anak laki-laki saudara ayah yang laki-laki sekandung
13). Anak laki-laki saudara ayah yang laki-laki seayah
14). Suami
15). Laki-laki yang memerdekakan budak.
Jika lima belas orang tersebut di atas masih ada semuanya, yang diprioritaskan ada tiga , yaitu ;
1). Ayah,
2) Anak laki-laki
3) Suami.
b. Pihak Perempuan :
1) Anak perempuan
2) Cucu perempuan dari anak laki-laki
3) Ibu
4) Nenek dari pihak ayah
5) Nenek diri pihak ibu
6) Saudara perempuan sekandung
7) Saudara perempuan seayah
8) Saudara perempuan seibu
9) Istri
10) Perempuan yang memerdekakan budak
Jika Sepuluh orang masih ada semua, maka yang diprioritaskan :
1). Istri
2). Anak perempuan
3). Cucu perempuan dari anak laki-laki
4). Saudara perempuan sekandung
Jika dua 25 orang masih ada semua, maka yang diprioritaskan :
1). Ibu
2). Ayah
3). Anak laki-laki
4). Anak perempuan
5). Suami atau istri
a. Pihak laki-laki :
1). Anak laki- laki
2). Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3). Ayah
4). Kakek dari pihak ayah
5). Saudara laki-laki sekandung
6). Saudara laki-laki seayah
7). Saudara laki-laki seibu
8).Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung ( keponakan)
9). Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
10). Saudara laki-laki ayah yang sekandung ( paman )
11). Saudara laki-laki ayah se ayah
12). Anak laki-laki saudara ayah yang laki-laki sekandung
13). Anak laki-laki saudara ayah yang laki-laki seayah
14). Suami
15). Laki-laki yang memerdekakan budak.
Jika lima belas orang tersebut di atas masih ada semuanya, yang diprioritaskan ada tiga , yaitu ;
1). Ayah,
2) Anak laki-laki
3) Suami.
b. Pihak Perempuan :
1) Anak perempuan
2) Cucu perempuan dari anak laki-laki
3) Ibu
4) Nenek dari pihak ayah
5) Nenek diri pihak ibu
6) Saudara perempuan sekandung
7) Saudara perempuan seayah
8) Saudara perempuan seibu
9) Istri
10) Perempuan yang memerdekakan budak
Jika Sepuluh orang masih ada semua, maka yang diprioritaskan :
1). Istri
2). Anak perempuan
3). Cucu perempuan dari anak laki-laki
4). Saudara perempuan sekandung
Jika dua 25 orang masih ada semua, maka yang diprioritaskan :
1). Ibu
2). Ayah
3). Anak laki-laki
4). Anak perempuan
5). Suami atau istri
2.3.3 Ketentuan Hukum Islam Tentang Mawaris
Berdasarkan ketentuan perolehan atau
bagian dari harta warisan, ahli waris dapat dikatagorikan menjadi 2 golongan, yaitu
sebagai berikut :
A. Zawil Furud
Zawil Furud adalah ahli waris yang
perolehan harta warisannya sudah ditentukan oleh dalil Al Quran dan Hadits
(lihat QS.An Nissa:11, 12, dan 176).
a. Ahli waris yang mendapat
½, yaitu sebagai berikut:
·
Anak pempuan tunggal.
·
Cucu perempuan tunggal dari anak laki-laki.
·
Saudara perempuan tunggal yang sekandung.
·
Saudara perempuan tunggal yang sebapak apabila saudara
perempuan yang sekandung tidak ada.
·
Suami apabila istrinya tidak mempunyai anak, atau cucu
(laki-laki ataupun perempuan) dari anak laki-laki.
b. Ahli waris yang mendapat
1/4, yaitu sebagai berikut:
·
Suami apabila istrinya mempunyai anak atau cucu dari anak
laki-laki.
·
Istri ( seorang atau
lebih ) apabila suaminya tidak mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki.
c. Ahli waris yang mendapat
1/8, yaitu istri ( seorang atau lebih ) apabila suami mempunyai anak atau cucu
dari anak laki-laki
d. Ahli waris yang mendapat
2/3, yaitu sebagai berikut:
·
Dua orang anak perempuan atau lebih apabila tidak ada anak
laki-laki ( menurut sebagian besar ulama ).
·
Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki
apabila anak perempuan tidak ada.
·
Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sekandung ( seibu
sebapak )
·
Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sebapak
e. Ahli waris yang mendapat
1/3, yaitu sebagai berikut:
·
Ibu, apabila anaknya yang meninggal tidak mempunyai anak atau
cucu, atau dia tidak saudara - saudara ( laki-laki atau perempuan ) yang
sekandung, yang sebapak atau yang seibu.
·
Dua orang atau lebih (
laki-laki atau perempuan ) yang seibu apabila tidak ada anak atau cucu.
f. Ahli waris yang mendapat
1/6, yaitu sebagai berikut:
·
Ibu, apabila anaknya yang meninggal itu mempunyai cucu ( dari
anak laki-laki ) atau mempunyai saudara-saudara ( laki-laki atau perempuan )
yang sekandung, yang sebapak atau seibu.
·
Bapak, apabila anaknya
yang meninggal mempunyai anak atau cucu ( laki-laki atau perempu an ) dari anak
laki-laki.
·
Nenek ( ibu dari ibu atau ibu dari bapak ). Nenek mendapat
1/6 apabila ibu tidak ada. Jika nenek dari bapak atau ibu masih ada, maka
keduanya mendapat bagian yang sama dari bagian yang 1/6 itu.
·
Cucu perempuan ( seorang atau lebih ) dari laki-laki apabila
orang yang meninggal mempunyai anak tunggal. Akan tetapi, apabila anak
perempuan lebih dari seorang, maka cucu perempuan tidak mendapat apa-apa.
·
Kakek apabila orang yang meninggal mempunyai anak atau cucu (
dari anak laki-laki ), sedangkan bapaknya tidak ada.
·
Seorang saudara ( laki-laki atau perempuan ) yang seibu.
·
Saudara perempuan yang sebapak ( seorang atau lebih ) apabila
saudaranya yang meninggal itu mempunyai seorang saudara perempuan kandung.
B. Asabah
Asabah adalah ahli waris yang bagian
penerimanya tidak ditentukan, tetapi menerima dan menghabiskan sisanya. Apabila
yang meninggal itu tidak mempunyai ahli waris yang mendapat bagian tertentu (
zawil furud ), maka harta peninggalan itu semuanya diserahkan kepada asabah.
Akan tetapi apabila ada diantara ahli waris yang mendapat bagian tertentu, maka
sisanya menjadi bagian asabah yang dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai
berikut:
a. Asabah
binafsih
Asabah binafsih yaitu asabah yang berhak mendapat semua harta atau
semua sisa, diatur menurut susunan sebagai berikut:
·
Anak laki-laki
·
Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus kebawah asal
saja pertaliannya masih terus laki – laki
·
Bapak
·
Kakek ( datuk ) dari pihak bapak dan terus keatas, asal saja
pertaliannya belum putus dari pihak bapak
·
Saudara laki - laki sekandung
·
Saudara laki - laki sebapak
·
Anak saudara laki - laki kandung
·
Anak laki - laki kandung
·
Paman yang sekandung dengan bapak
·
Paman yang sebapak dengan bapak
·
Anak laki - laki paman yang sekandung dengan bapak
·
Anak laki - laki paman yang sebapak dengan bapak
Asabah - asabah tersebut dinamakan
asabah binafsih, karena mereka langsung menjadi asabah tanpa disebabkan oleh
orang lain. Apabila asabah tersebut diatas semuanya ada, maka tidak semua dari
mereka mendapat bagian, akan tetapi harus didahulukan orang-orang ( asabah )
yang lebih dekat dengan pertaliannya, dengan orang yang meninggal itu. Jadi,
penentuannya diatur menurut nomor urut yang tersebut diatas.
Jika ahli waris yang ditinggalkan itu
anak laki-laki dan anak perempuan, maka mereka mengambil semua harta atau semua
sisa. Cara pembagiannya ialah untuk anak laki-laki mendapat dua kali lipat
bagian anak perempuan. ”Allah telah menetapkan tentang pembagian harta warisan
terhadap anak-anak. Untuk seorang laki-laki sebanyak bagian dua orang
perempuan.” ( QS. An Nisa:11 )
b. Asabah Bilgair
Asabah Bilgair adalah asabah dengan
sebab orang lain. Jika ahli waris yang ditinggalkan dua orang saudara atau
lebih, maka cara pembagiannya adalah untuk saudara laki - laki dua kali lipat
perempuan ( QS.An Nisa:176 ). Perempuan juga ada yang menjadi asabah dengan
ketentuan sebagai berikut:
·
Anak laki-laki dapat menarik saudaranya yang perempuan
menjadi asabah dengan ketentuan bahwa untuk laki-laki mendapat dua kali lipat
perempuan.
·
Cucu laki-laki dari anak laki-laki yang dapat menarik
saudaranya yang perempuan menjadi asabah.
·
Saudara laki-laki sekandung juga dapat menarik saudaranya
yang perempuan menjadi asabah.
·
Saudara laki-laki
sebapak juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi asabah
c. Asabah Ma’algair
Asabah Ma’algair adalah asabah bersama orang lain. Asabah ini hanya
dua macam, yaitu sebagai berikut:
·
Saudara perempuan sekandung apabila ahli warisnya saudara
perempuan sekandung ( seorang atau lebih ) dan anak perempuan ( seorang atau
lebih ) atau saudara perempuan sekandung dan cucu perempuan ( seorang atau
lebih ), maka saudara perempuan menjadi asabah ma’algair. Sesudah ahli waris
yang lain mengambil bagian masing-masing, sisanya menjadi bagian saudara
perempuan tersebut.
·
Saudara perempuan sebapak apabila ahli saudara perempuan
sebapak ( seorang atau lebih ) dan anak perempuan ( seorang atau lebih ), atau
saudara perempuan sebapak dan cucu perempuan ( seorang atau lebih ), maka
saudara perempuan menjadi asabah ma’algair. Jadi, saudara perempuan sekandung
atau sebapak dapat menjadi asabah ma’algair apabila mereka tidak mempunyai
saudara laki-laki. Akan tetapi, apabila mereka mempunyai saudara laki - laki
maka kedudukannya berubah menjadi asabah bilgair ( saudara perempuan menjadi
asabah karena ada saudara laki - laki ).
2.3.4 Batalnya
Hak Menerima Waris
Sekalipun berhak menerima waris yang
seseorang meninggal dunia, tetapi hak itu dapat batal karena :
1. Tidak beragama islam. Hukum islam
hanya untuk umat islam, maka seorang bapak yang tidak beragama islam tidak
mewarisi harta anaknya yang beragama islam, demikian juga sebaliknya.
2. Murtad dari agama islam. Sekalipun
mulanya beragama islam, tetapi kemudian pindah agama lain, maka ia tidak berhak
lagi mempusakai harta keluarganya yang beragama islam.
3. Membunuh. Orang yang membunuh
tidak berhak mendapat harta waris dari orang yang dibunuhnya sebagaimana sabda
Rasulullah.,”Tidaklah si pembunuh mewarisi harta orang yang dibunuhnya, sedikitpun.
“( HR.Ahli Hadits )
4. Menjadi hamba. Seseorang yang
menjadi hamba orang lain tidak berhak menerima harta waris dari keluarganya
karena harta-harta tersebut akan jatuh pula ke tangan orang yang menjadi
majikannya ( lihat QS.An Nahl:75 )
2.3.5 Ketentuan Tentang Harta Sebelum Pembagian
Warisan
Pada saat jenazah telah dimakamkan,
sebelum dilaksanakan pembagian warisan, pihak keluarga atau ahli waris terlebih
dulu harus menyelesaikan beberapa hal yang ada sangkut pautnya dengan harta
peninggalan, yaitu sebagai berikut:
1. Zakat, apabila telah sampai saatnya untuk mengeluarkan
zakat harta, maka harta peninggalan dikeluarkan untuk zakat mal terlebih dahulu.
2. Hutang, apabila si jenazah meninggalkan hutang, maka
hutang itu harus dibayar lebih dulu.
3. Biaya perawatan, yaitu
pembelanjaan yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan dan pengurusan jenazah
seperti membeli kain kafan dan biaya penguburan hingga si jenazah selesai
dimakamkan.
4. Membayar wasiat, apabila sebelum
meninggal ia berwasiat, maka harus dibayarkan lebih dulu, asalkan tidak
melebihi ⅓ harta peninggalan.
5. Memenuhi nazar jenazah ketika
masih hidup dan belum sempat dilaksanakan. Misalnya, nazar untuk mewakafkan
sebidang tanahnya, dan nazar untuk ibadah haji.
Apabila semua hak yang tersebut di atas telah di selesaikan
semuanya, maka harta warisan yang masih ada dapat dibagi - bagikan kepada ahli
waris yang berhak menerimanya.
2.3.6 Hikmah mawaris
Beberapa
hikmah yang dapat diambil dari pengaturan waris menurut islam antara lain
sebagai berikut:
1. Mawaris memperkuat keyakinan bahwa Allah benar-benar
Maha Adil, karena adilnnya Allah tidak hanya terdapat pada ciptaan-Nya, tetapi
juga pada hukum-hukum yang telah diterapkan-Nya, seperti hukum waris Islam.
Prinsip-prinsip keadilan mawaris tersebut antara lain :
Prinsip-prinsip keadilan mawaris tersebut antara lain :
a. Semua ahli waris yang
mempunyai hubungan darah secara langsung dengan pewaris (Ibu, Ayah, Anak
laki-laki, Anak perempuan) tentu akan mendapat bagian harta warisan mereka
tidak dapat terhalang oleh ahli waris lain.
b. Suami mendapat bagian
harta peninggalan istrinya dan istri mendapat bagian dari harta peninggalan
suaminya, walaupun antara suami dengan istri tidak ada hubungan darah, tetapi
dalam kehidupan sehari-hari hubungan mereka sangat dekat dan jasanya pun antara
satu terhadap lainnya tidak sedikit.
c.
Anak laki-laki mendapat harta warisan dua kali lipat dari
anak perempuan. Hal ini sesuai dengan prinsip keadilan bahwa kewajiban dan
tanggung jawab anak laki-laki lebih besar daripada anak perempuan.
2. Hukum waris Islam memberi
petunjuk kepada setiap muslim, keluarga muslim, dan masyarakat Islam, agar
selalu giat melakukan usaha-usaha dakwah dan pendidikan Islam, sehingga tidak
ada seorang Islam pun yang murtad.
3. Menghilangkan jurang
pemisah antara kelompok kaya dan kelompok miskin serta dapat mendorong masyarakat
untuk maju. Alasannya :
a. Hasil peninggalan
orang-orang kaya yang meninggal dunia tetapi tidak meninggalkan ahli waris,
dimanfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.
b. Muslimin yang dikaruniai
Allah harta kekayaan yang melimpah, alangkah baiknya sebelum meninggal dunia
berwasiat supaya 1/3 dari harta peninggalannya diserahkan kepada lembaga sosial
atau lembaga pendidikan dan dakwah Islam untuk kepentingan umat.
4. Mematuhi hukum waris Islam dengan dilandasi rasa
ikhlas karena Allah dan untuk memperoleh ridha Nya, tentu akan dapat
menghilangkan sifat-sifat tercela yang mungkin timbul kepada para ahli waris
karena seorang muslim tersebut telah ikut memelihara dan melaksakan
ketentuan-ketentuan dari Allah swt.
5. Dengan adanya ketentuan waris itu disamping
akan membawa keteraturan dan ketertiban dalam hal harta benda, juga untuk
memelihara harta benda dari satu generasi ke generasi lain sehingga dapat mengalirkan
harta peninggalan kepada yang lebih bermanfa’at agar lebih terjaminnya
kesejahteraan keluarga secara merata.
6. Menghindarkan perpecahan
antar keluarga yang disebabkan oleh pembagian harta warisan yang tidak adil.
7. Memperhatikan anak yatim
karena dengan harta yang di tinggalkan oleh orang tuanya kehidupan anak - anak
yang di tinggalkan itu akan lebih terjamin.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam pembahasan ini dapat
diambil kesimpulan yaitu ;
1. Mawaris dalam hukum Islam
adalah pemindahan hak milik dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli
waris yang masih hidup sesuai dengan ketentuan dalam al-Quran dan al-Hadis.
2. Pembagian harta warisan di
dalam islam diberikan secara detail, rinci, dan seadil-adilnya agar manusia
yang terlibat di dalamnya tidak saling bertikai dan bermusuhan.
3. Baik laki-laki maupun
perempuan mendapat bagian warisan sebagai upaya mewujudkan pembagian kewarisan
yang berkeadilan berimbang. Dalam artian masing-masing berhak menerima warisan
sesuai dengan porposi beban dan tanggung jawabnya.
1.2 Saran
Setelah kita mengetahui berbagai macam hal mengenai
mawaris ataupun harta pusaka maka sebagai seorang muslim, ilmu ini wajib
diaktualisasikan ke kehidupan nyata sehingga masing-masing berhak menerima warisan
sesuai dengan porposi beban dan tanggung jawabnya dan dapat menjamin kesejahteraan keluarga secara merata. Semoga
dengan ini kita semua dapat meningkatkan kualitas ilmu kita secara maksimal sehingga
kita menjadi hamba Allah yang bermanfaat dengan izin-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar